Minggu, 14 Februari 2010

mengobati kesedihan


وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)

Manusia hidup tidak berada dalam satu kondisi yang tetap dan tidak berubah. Ketika seseorang hidup bahagia tidak selamanya ia akan merasakan bahagia. Dan ketika ia merasakan kesedihan pun tidak akan selamanya merasakan hidup sedih. Bahagia dan sedih akan datang silih berganti menghampiri manusia. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.

Dan setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka kita dapatkan kebanyakan mereka menghilangkan kesedihan dengan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, merokok, mendatangi dukun, mendengarkan musik dan lain-lain yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. Dengan cara seperti itu bukanlah ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)

Adapun kita kaum Muslimin, maka kita memiliki cara tersendiri untuk menghilangkan penyakit tersebut, tentunya dengan obat-obat yang telah diberikan oleh Allah dan RasulNya. Berbagai obat berikut ini tidak bisa dilakukan salah satu tanpa yang lain. Sebab pada prinsipnya, antara satu dengan yang lain terkait erat.

Obat yang pertama adalah mengingat Allah sebagaimana firman Allah

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (ar-Ra’d:28)

Dengan sangat jelas Allah menunjukkan bahwa cara untuk meraih ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup adalah dengan mengingat Allah.

Kedua; Ingat Allah tentu bukan sekedar menyebut-nyebut nama-nama Allah. Ingat Allah harus diwujudkan dengan berbagai ketaatan dan peribadatan kepada Allah serta melakukan berbagai amal shaleh. Ketaatan, ibadah dan amal shaleh itu akan memberikan kekuatan batin tersendiri bagi seorang manusia sehingga ia tidak akan terlarut ke dalam kesedihan.

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (an-Nahl:97)

Di dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa kehidupan yang membahagiakan (hayatan thayyiba) akan bisa diraih dengan iman dan amal shalih. Logikanya, ketika seseorang melakukan tindak kebaikan kepada sesame, maka ia akan cdenderung bisa melupakan factor-faktor yang menyebabkan kegalauan di hati. Selain itu memang Allah akan memberikan balasan tersendiri akibat dari amal kebaikannya itu. Firman Allah

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (an-Nisa’:97)

Ketiga; kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah. Sesuatu yang ditaqdirkan oleh Allah itu ada kalanya bisa kita usahakan perubahannya, dan ada kalanya tidak bisa diubah sama sekali oleh manusia. Maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita. Hanya saja memang untuk memiliki keyakinan yang kuat tentang taqdir ini perlu proses yang relative panjang. Maka sebelum datangnya kesedihan yang mendalam, kita harus senantiasa mempelajari agama dengan benar, agar ketika Allah menguji kita dengan berbagai persoalan kita sudah siap dengan sikap imani.

Keempat; Kita pun harus yakin bahwa persoalan hati kita sesungguhnya tidak ada di bawah kendali kita. Hati kita selalu bergejolak. Yang sanggup menenangkan adalah Allah swt. Karena itu obat berikutnya adalah do’a-do’a yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Di antara do’a itu sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud ra. bahwasannya Nabi saw bersabda,

مَا أَصَابَ عَبْدًا هَمٌ وَلاَْ حُزْنٌ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صدَْرِي، وَجِلاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي وَغَمي إِلا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَغَمهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا

“Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku kepadaku hukumMu, adil atasku QadhaMu (keputusanMu), aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama-namaMu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hambaMu, supaya Engkau menjadikan al-Qur’an penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan.”

Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah tersebt sesungguhnya memiliki makna yang sangat dalam. Agar efek do’a semakin terasa tentunya di dalam berdo’a dengan do’a di atas harus kita fahami makna yang terkandung di dalamnya. Sebab dengan memahami maknanya kita bisa menghadirkan hati kita di dalam berdo’a. dan menghadirkan hati ketika berdo’a merupakan salah satu syarat terkabulnya do’a seseorang. Karena Allah tidak menerima do’a seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna do’a tersebut.

Ibnu al-Qayim Rh menjelaskan kandungan makna do’a tersebut sebagai berikut:

Pengakuan seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
Persaksian dia bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.

Memulai do’anya dengan tawassul yang disyari’atkan, yaitu dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak mungkin bisa dihitung.

Dalam do’a ini terkandung permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai “Rabi’” bagi hatinya. Rabi’ adalah air hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan al-Qur’an dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka al-Qur’an pun menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota badan kita.

Kemudian permintaan hamba supaya al-Qur’an dijadikan cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.

Permintaan seorang hamba supaya Allah menjadikan al-Qur’an penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan al-Qur’an, maka kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya, maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain al-Qur’an itu pergi.

Dianjurkan bagi yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya pada hadits di atas.

Maka kesimpulannya, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan tauhid/ pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan al-Qur’an yaitu dengan menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Itulah obat yang dicontohkan oleh Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.

Kemudian kita juga diharuskan untuk menjauhi sebab-sebab munculnya kesedihan dan kesempitan hati yaitu dengan menjauhi sikap berpaling dari al-Qur’an sebagaimana firman Allah,

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124)(Abahzacky@wordpress)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar